Senin, 12 Desember 2011

Gagasan Kebangsaan dalam Syi’ir Ahmad Syauqy 8450

Kebangkitan sastra modern tentunya tidak luput dari usaha pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh sastrawan-sastrawan yang dengan gigih terus merombak dan mengembangkan bentuk-bentuk sastra baru. Diantara mereka adalah Mahmud sami al-Barudi, Hafid Ibrohim, Ahmad Muharam, dan Ahmad Syauqi.

Namun, Penulis mencoba mengangkat satu diantara sastrawan yang paling kesohor di dunia arab, yaitu Ahmad Syauqi. Nyaris tidak ada masyarakat dunia yang tidak mengenal Syauqi karena kepiawaiannya mengolah kata-kata sastra dan mengeksplorasi keindahan puisi-puisinya. Sastrawan-sastrawan lain sangat mengagumi Syauqi. Hingga pada tahun 1928 Syauqi resmi dikukuhkan sebagai raja pujangga(Amir Syu'aro)

Seperti yang kita ketahui bahwa sair kebangsaan dalam istilah yang sederhana adalah sair yang mengandung unsur dan tema kebangsaan. Gagasan rasa cinta terhadap tanah air yang dituangkan dalam bentuk sair. Sair arab tentunya mengalami perkembangn yang pesat dengan sastrawa-sastrawan yang terus mengembangkan dan memberikan sumbangsih dimasanya.

Ahmad Syauqi yang merupakan sastrawan dimasa modern juga turut andil memberikan gagasan. Diantara tema yang ia usung adalah mengenai pendidikan, ekonomi, perempuan, dan lain-lain.Perkembangan sair kebangsaan Syauqi tentunya mengalami perkembangan yang pesat dari waktu kewaktu sesuai dengan kondisi yang ia alami. Hal itulah yang menjadi pendorong bagi penulis untuk mengkaji bagaimana gagasan kebangsaan dalam sair-sairnya.

Berdasarkan judul skripsi di atas, penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut : (i) Apakah sair kebangsaan itu; (ii) Bagaimana perkembangan sair arab di masa modern; dan (iii) bagaimana perkembangan sair kebangsaan Ahmad Syauqi di masa modern. DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA

IDHOFAH DAN MAKNANYA DALAM SURAH AL MULK 8451

IDHOFAH DAN MAKNANYA DALAM SURAH AL MULK

Berdasarkan judul skripsi di atas, maka masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (i) Apakah Idhofah dan apa saja makna dari Idhofah; (ii) Ayat-ayat mana saja yang terdapat susunan Idhofah dalam surat al-Mulk; dan (iii) Makna Idhofah apa saja yang terkandung dalam ayat-ayat surat al-Mulk.

Banyak orang yang membaca Al Qur’an tapi hanya sebatas membaca dan bagaimana cara bacaannya yang benar, tanpa mengetahui isi kandungan yang terdapat dalam Al Qur’an, sementara Al Qur’an adalah kitab suci yang pasti didalamnya terdapat banyak pelajaran tentang hukum atau sejarah serta pelajaran lain yang dibutuhkan sebagai penuntun untuk mengarungi hidup.

Hal itulah yang menjadi pendorong bagi peneliti untuk mengkaji sebagian dari surat Al Qur’an yakni surat Al Mulk dalam skripsi ini, serta rasa ingin tahu peneliti lebih dalam tentang kandungan isi dalam surat Al Mulk khususnya tentang makna dari Idhofah yang terkandung didalamnya.

Berkenaan dengan itu, dalam menjelaskan penelitian literatur ini digunakan metode induktif dan deduktif untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana ragam makna dari Idhofah yang terkandung dalam surat Al Mulk.

Dalam penelitian ini disimpulkan, ternyata makna dari Idhofah yang terkandung dalam surat Al Mulk tidak hanya satu makna saja, akan tetapi beragam makna sesuai dengan susunan kalimatnya, bahkan ada satu kalimat yang memiliki dua makna dari Idhofah. DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA

MAKNA-MAKNA HURUF-HURUF WAWU DALAM SURAT YUSUF ( 8452 )

Al-qur'an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang mengandung hukum-hukum Islam dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik sebagai makhluk individu atapun sebagai makhluk sosial hingga berbagai kehidupan di dunia dan akhirat.

Al-qur'an merupakan kalam Allah yang terdiri dari 114 surat dan surat Yusuf merupakan surat ke 12 sesudah surat Ar-Ra'd, secara keseluruhan surat Yusuf diturunkan di Makkah.

Surat Yusuf mempunyai kelebihan dan keutamaan yaitu seluruh isinya mengandung kisah Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya beserta orang tua mereka. Cara penuturan kisah Nabi Yusuf ini berbeda dengan kisah nabi-nabi yang lain, yaitu untuk kisah Nabi Yusuf a.s ini khusus diceritakan dalam satu surat, sedangkan kisah nabi-nabi yang lain disebutkan dalam beberapa surat.

Berhubungan dengan skripsi ini, bahwasanya huruf-huruf wawu yang dikaji dalam surat Yusuf, merupakan huruf-huruf wawu yang bukan mabna melainkan huruf wawu yang makna.

Hija’ menurut Syarif al-Radhi dan Ibnu al-Rumi (Studi Perbandingan) 8453

Al-Syarif al-Rodhi merupakan salah satu penyair pada masa ‘Abasi masyhur dalam menggubah syair, ia telah menghasilkan banyak karya antara lain kumpulan syair, Rasail, kitab Nahju al-Balaghah, kitab Talkhis al-Bayan fi Majazat al-Qur’an. Ia telah menggubah syair dengan berbagai tujuan di antaranya al-Hija’ (celaan) yang menjadi pembahasan penulis dalam penelitian ini.

Selain al-Syarif al-Rodhi, Ibnu al-Rumi juga merupakan salah seorang penyair pada masa ‘Abasi. Seperti halnya al-Syarif al-Rodhi, Ibnu al-Rumi juga menulis syair dengan berbagai tujuan. Ia merupakan seorang penyair yang paling terkenal dalam hija’nya sehingga menjadi ketertarikan penulis untuk meneliti hija’nya.

Sebagaimana penulis ketahui bahwa hija’ yang merupakan salah satu dari Aghrodhu al-Syi’ri tentu mempunyai kesamaan dan perbedaan antara satu penyair dengan penyair lain. Hal ini akan dibahas secara terperinci oleh penulis.

Perumusan masalah pada penelitian ini meliputi:

a. Apakah yang dimaksud dengan Hija’?

b. Apakah Hija’ milik Syarif al-Radli dan Ibn al-Rumi memiliki persamaan dan perbedaan?

c. Apakah faktor-faktor yang mendorong adanya perbedaan dan persamaan pada syi’ru al-Hija’ mereka?

Dalam penelitian literatur ini digunakan beberapa metode pembahasan, yaitu:

(i) Metode Induktif, yaitu metode pembahasan yang menekankan pada pembahasan dari hal-hal yang bersifat khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum,

(ii) Metode Deduktif, yaitu metode pembahasan yang menekankan pada pembahasan dari hal-hal yang bersifat umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus,

(iii) Metode Kritik Ekstrinsik, yaitu metode pembahasan yang menekankan pada aspek-aspek penting yang meliputi: kondisi lingkungan, sosial, politik, serta biografi kedua tokoh,

(iv) Metode Kritik Intrinsik, yaitu metode pembahasan yang menekankan pada teks untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik al-Syi’ru al-Hija’ yang meliputi aspek lafadz, makna dan kandun‍gan.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teknik penukilan secara langsung maupun tidak langsung dalam metode penulisannya.

Setelah penulis membahas secara terperinci tentang hija’, selanjutnya penulis akan menampilkan syair-syair hija’ dari dua penyair di atas. Untuk selanjutnya dipilah manakah syair hija’ yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. Dan manakah syair yang berbeda dari dua penyair di atas, dari segi tujuan walaupun kata-kata yang digunakan berbeda.

Setelah menganalisis syair-syair hija’ yang dimiliki dua penyiar di atas, penulis menyimpulkan bahwa adanya persamaan dan perbedaan dari dua syair hija’ adalah karena disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari diri penyair ataupun dari keadaan masyarakat pada waktu itu. DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA

Khashais al Fakhr wa al Hikmah fi Mu’allaqaf Thurfah Bin Ubad Risalah Jami’iyyah ( 8472 )

Khashais al Fakhr wa al Hikmah fi Mu’allaqaf Thurfah Bin Ubad Risalah Jami’iyyah

Makna kalimat al din dan al millah dalam al-Qur`an

Dalam kerangka inilah penulis mencoba melakukan penelitian literer mengenai salah satu kandungan al-Qur’an, yaitu tentang makna kata al din dan al millah dalam al-Quran, dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan semantik untuk menganalisa kata tersebut.

Dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut: pertama, apa makna kata al din dan al millah yang terkandung dalam al-Qur’an, kedua, bagaimana penggunaan kata al din dan al millah dalam al-Quran, ketiga , apa perbedaan antara kata al din dan al millah.

Metode yang dipergunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode deskriptif, dan komparatif. Penulis mendeskripsikan pendapat ulama ahli bahasa dan ahli tafsir tentang makna kata al din dan al millah dalam al-Qur’an, kemudian menganalisis penggunaan kedua kata tersebut berdasarkan pendapat para ulama’ tafsir dalam menafsirkan kedua kata tersebut.

Dari hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa :

Kata al din dan al millah adalah lafadz yang bersinonim walaupun tidak sama persis. Jumlah kata dan makna kedua kata tersebut adalah :

Kata al din disebutkan sebanyak 92 kali dalam al-Qur`an yang terdapat dalam 82 ayat. Adapun makna kata al din dalam al-Qur`an adalah perhitungan (al hisab), pembangkitan (al ba`ts), pembalasan (al jazak), ketetapan (al qodlok), ganjaran (al tsawab), siksaan (al iqob), ibadah, doa, tauhid, ketaatan, agama, dan hukum.

Kata al millah disebut dalam al-Quran sebanyak 10 kali dan mempunyai makna agama serta syariat.

Sedangkan penggunaan kedua kata tersebut dalam al-Qur’an adalah

1. kata al din mempunyai arti perhitungan (al hisab), pembangkitan (al ba`ts), pembalasan (al jazak), ketetapan (al qodlok), ganjaran (al tsawab), siksaan (al iqob), ketika al-Quran membicarakan tentang hari qiyamat . sebagaimana terdapat dalam surat al fatihah : 4, al hijr : 35, al nur : 25, al syuara : 82, al shofat : 20, shod : 78, al dzariyat : 6, 12, al waqiah : 56, al maarij : 26, al mudatsir : 46, al infithor : 9, 15, 17, 18, al muthofifin : 11, al tin : 7 al maun : 1.

2. kata al din mempunyai makna ibadah, doa, tauhid, ketaatan ketika al-Quran membahas tentang pemurnian terhadap Allah. Seperti yang terdapat pada surat al baqoroh : 193, al nisak : 146, al a`raf : 29, al anfal : 39, yunus : 22, yusuf : 40, al nahl : 52, al ankabut : 65, al ruum : 30, luqman : 32, al zumar : 2, 3, 11, 14, ghofir : 14, 65, al bayyinah : 5.

3. kata al din mempunyai arti hukum dan ketetapan ketika al-Quran membahas mengenai pengambilan hukum yang dilakukan olehNya maupun yang dilakukan oleh hambaNya seperti dalam surat yusuf : 76, al nur : 2.

4. kata al din bermakna al millah dan syariat ketika ia berada dalam kontek pembahasan penetapan syariat tuhan terhadap hambaNya. Sebagaimana dalam surat al syura : 13, al ruum : 30.

5. kata al din berarti sesuatu yang dianut oleh manusia ketika berada dalam konteks pembahasan mengenai keyakinan seperti dalam surat al mumtahanah : 8, 9, al fath : 28, al ahzab : 5, ali imran : 24, al nisak : 60 al kafirun : 6.

6. kata al millah mempunyai arti sesuatu yang dianut oleh seseorang (al din) ketika ia berada dalam konteks pembahasan mengenai keyakinan yang dianut oleh seseorang. Seperti dalam surat al baqarah : 135, al an`am : 161, shod : 7.

7. kata al millah mempunyai arti syariat ketika ia berada dalam kenteks pembahasan mengenai penetapan syariat tuhan terhadap hambaNya. Seperti dalam surat ali imran : 95, al haj : 78. DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA

Uslub balaghah pada qasidah ( 8628 )

Fokus permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah (i) bagaimanakah biografi Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad; (ii) bagaimanakah seputar tentang qasidah munajat; (iii) bagaimana uslub balaghah pada qasidah munajat.


Tujuan pembahasan ini adalah (i) untuk mengetahui biografi Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad; (ii) untuk mengetahui seputar tentang qasidah munajat; (iii) untuk mengetahui uslub balaghah pada qasidah munajat.

Metode pendekatan sastra yang digunakan dalam membahas permasalahan tersebut adalah pendekatan intrinsic, dengan teori stilistika (ilmu balaghah), yaitu mengenai uslub balaghah pada qasidah munajat dari segi ma’ani, bayan dan badi’nya yang terdiri atas 42 bait.

Hasil temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa:

(1) Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad adalah seorang tokoh sufi sekaligus muballigh yang ‘alim dan ‘arif dengan hikmah dan kezuhudannya. Beliau banyak menulis do’a – do’a yang berbentuk syi’ir, salah satunya adalah qasidah munajat.

(2) Qasidah munajat adalah qasidah yang berisi do’a dan rintihan seorang hamba pada pencipta-Nya Allah SWT agar diberi keselamatan dunia dan akherat. Qasidah ini merupakan qasidah yang sangat terkenal yang kaya akan unsur sastra dan balaghah.

(3) Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad dalam menggambarkan qasidah munajat menggunakan uslub yang variatif, mulai dari uslub ma’ani, bayan sampai badi’.

Ditinjau dari uslub ma’ani Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad menggunakan beraneka ragam uslub ma’ani, yaitu:

a. Kalam khabar yang cenderung ibtida’i dengan faedah idzharu al dla’f wa al khusyu’, sebagaimana pada bait ke 1, 3, 4, 5, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 21, 22, 23, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 40, 41 dan 42.

b. Kalam insya’ yang cenderung memakai nida’ dengan faedah tanzil al qarib manzilat al ba’id isyarat ‘ala ‘uluwwi martabatihi dan amar dengan faedah al du’a’ wa al madh, sebagaimana pada bait ke 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 13, 19, 21, 24, 25, 27, 30, 31, 32, 37, 38 dan 39.


c. Qashr yang cenderung memakai qashr bi al tadim bima haqqahu al ta’khir, sebagaimana pada bait ke 1, 6, 11, 21, 22 dan 26.


d. Fashl dengan beraneka ragam mawadli’nya, sebagaimana pada bait ke 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 14, 15, 24, 25, 26, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 40, 41 dan 42.

e. Washl yang cenderung memakai kamal al ittishal, sebagaimana pada bait ke 1, 3, 7, 10, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 28, 29, 35, 36, 37, 38 dan 39.

f. Ithnab yang cenderung memakai pengulangan li al taukid, sebagaimana pada bait ke 3, 5, 9 dan 13.

Ditinjau dari uslub bayan Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad hanya menggunakan satu uslub saja, yaitu al majaz al lughawi berupa isti’arah. Adapun isti’arahnya cenderung memakai isti’arah makniyyah, ashliyyah dan murassyahah, sebagaimana pada bait ke 22, 39 dan 40.

Sedangkan ditinjau dari uslub badi’, Habib Abdullah bin ‘Alawi al Haddad menggunakan al muhassinat al lafdzi (keinahan lafadz) dan al muhassinat al ma’nawi (keindahan ma’na) sebagai berikut:


a. Jinas yang cenderung memakai jinas naqish / ghairu al tam bisababi mukhtalifati fi nau’ al harf au syakliha, sebagaimana pada bait ke 17, 18, 19, 21, 31, 37 dan 38.

b. Saja’ yang cenderung memakai saja’ al mutharraf dan saja’ al mutawazi, sebagaimana pada bait ke 1 sampai 42.

c. Thibaq yang cenderung memakai thibaq al ijab, sebagaimana pada bait ke 26, 30 dan 42.

Satu muqabalah yang menjelaskan dua sifat Allah yang berlawanan, yaitu al jud wa al fadl wa al birr dan al buthsy wa al qahr, sebagaimana pada bait ke 35 dan 36. DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA